"Selamat datang di 'KopiPaitNuaiman'. Seperti secangkir kopi yang pahit namun menghangatkan, blog ini adalah ruang untuk merefleksikan kehidupan. Di sini, kami menuliskan cerita, pemikiran, dan pelajaran yang seringkali terasa pahit seperti kopi tubruk, tetapi justru di situlah kekuatannya. Mari kita nikmati bersama, satu suapan kata demi kata."
25/09/2025
Perdebatan tentang Tuhan (Monolog)
(Seorang tokoh berdiri di tengah panggung, lampu redup. Ia berjalan pelan,
seolah berbicara pada dirinya sendiri. Kadang suara lirih, kadang meninggi
penuh emosi.)
Tokoh:
Tuhan... (diam sejenak, menatap ke atas)
Entah mengapa, semakin aku mencari-Mu, semakin jauh Kau bersembunyi. Orang
bilang, Kau ada di langit. Tapi ketika aku menengadah, yang kulihat hanya
bintang mati dan bulan yang dingin. Orang bilang, Kau ada di hatiku. Tapi ketika
kuintip ke dalam dada, yang kutemukan hanya keraguan... dan luka.
(berjalan gelisah)
Aku lelah berdebat dengan diriku sendiri. Yang satu berkata: "Tuhan itu nyata!
Lihatlah alam, lihatlah keajaiban hidup." Tapi sisi lain membalas: "Kalau nyata,
mengapa begitu banyak tangis? Mengapa doa yang kusampaikan jatuh bagai batu ke
dasar sumur?"
(berhenti, menatap kursi kosong seolah ada lawan bicara)
Tuhan... Apakah Kau butuh aku untuk percaya, atau justru akulah yang butuh
percaya kepada-Mu? Kadang aku iri pada mereka yang yakin, yang bisa menutup mata
dengan tenang saat sujud. Aku? Aku terjebak di tengah. Antara rindu untuk dekat,
dan amarah karena Kau tak kunjung menjawab.
(suara mulai meninggi)
Hei, Tuhan! Jika Kau benar-benar ada, bisakah Kau sedikit saja... sedikit
saja... menampakkan diri? Aku tidak butuh surga, tidak butuh mukjizat. Hanya
satu tanda... sekecil debu... agar aku tahu Kau mendengarku.
(lalu suara melemah, hampir berbisik)
Tapi mungkin... justru dalam diam-Mu itulah jawabannya. Bahwa Kau ingin aku
terus mencari, terus bertanya, terus gelisah... Sebab gelisah adalah doa yang
paling jujur, bukan?
(tersenyum getir, menutup mata)
Maka biarlah perdebatan ini tak pernah usai. Karena mungkin... di situlah aku
menemukan-Mu. Dalam rindu yang tak pernah selesai.
(Lampu meredup, tokoh menunduk, tirai perlahan menutup.)
----Karya : em shalahudin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Oleh A. Mustofa Bisri Di antara putera-putera Kiai Saleh, pengasuh pesantren "Sabilul Muttaqin" dan sesepuh di daerah kami, Gus Ja...
-
Di sebuah pondok kecil di pinggir desa, berkumpullah sekelompok sufi setiap petang. Mereka duduk melingkar di sekitar meja kayu tua, dengan ...
-
Alkisah, di sebuah negeri, hiduplah seorang lelaki bernama Ubay. Ia adalah ahli maksiat yang tak pernah kapok. Setiap kali bertaubat, keesok...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar