"Selamat datang di 'KopiPaitNuaiman'. Seperti secangkir kopi yang pahit namun menghangatkan, blog ini adalah ruang untuk merefleksikan kehidupan. Di sini, kami menuliskan cerita, pemikiran, dan pelajaran yang seringkali terasa pahit seperti kopi tubruk, tetapi justru di situlah kekuatannya. Mari kita nikmati bersama, satu suapan kata demi kata."
24/09/2025
Syariat, Toriqot, Hakikat, dan Makrifat (Hikayat)
Maka tersebutlah kisah pada suatu zaman, di sebuah negeri nun jauh di seberang
laut, hiduplah seorang santri muda bernama Nuaiman. Adapun ia seorang yang rajin
menuntut ilmu, tiada henti berguru dari satu kiai ke kiai yang lain, sebab
hatinya rindu hendak mengenal Tuhan Rabbul ‘Alamin. Maka mula-mula sampailah ia
kepada seorang alim besar. Berkata sang guru: “Hai Nuaiman, syariat itu umpama
pakaian bagi tubuh. Barang siapa tiada bersyariat, niscaya telanjanglah ia di
hadapan Allah Ta‘ala. Maka tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, berpuasalah
dengan benar, dan jagalah adab pada sesama.” Maka Nuaiman pun berpegang teguh
pada syariat, ibarat perahu yang membawanya ke samudera. Setelah beberapa tahun,
hati Nuaiman masih juga bergetar. Maka pergilah ia mencari guru yang lain, yakni
seorang mursyid arif billah. Berkata mursyid itu: “Hai Nuaiman, syariat itu
perahu, toriqot itulah layar yang membawanya berlayar. Barang siapa berjalan di
jalan toriqot, maka hendaklah ia berdzikir, bermujahadah, dan menyerahkan diri
kepada bimbingan guru. Karena tanpa jalan, perahu tiada bergerak.” Maka Nuaiman
pun bersuluk, berdzikir siang dan malam, menundukkan hawa nafsunya, sehingga ia
berlayar di samudera ruhani. Setelah beberapa lama, terbukalah sedikit tabir
pada hati Nuaiman. Maka dilihatnya cahaya di dalam kalbunya, hingga ia
terheran-heran. Berkata ia kepada gurunya: “Wahai tuan guru, inikah tujuan
hamba? Cahaya apakah yang datang ini?” Maka jawab sang mursyid sambil tersenyum:
“Hai anakku Nuaiman, itulah hakikat. Ketahui olehmu, tiada sesuatu pun yang
berdiri dengan dirinya, melainkan Allah jua yang berbuat. Engkau, aku, dan
segala yang ada, hanyalah bayangan belaka. Yang Hakiki hanyalah Dia.” Maka
menangislah Nuaiman, habis luluh segala keakuan dalam dirinya. Maka setelah
sekian lama, sampailah Nuaiman kepada maqam makrifat. Adapun ia memandang segala
makhluk dengan kasih, memaafkan yang memusuhi, dan bersyukur atas yang
menyayangi. Maka tiada ia melihat sesuatu, melainkan di situ rahasia Allah
Ta‘ala. Berkata gurunya: “Hai Nuaiman, ketahuilah olehmu: syariat itu berdiri,
toriqot itu berjalan, hakikat itu melihat, makrifat itu sampai. Maka keempatnya
bukan bersilang jalan, melainkan satu bulat yang sempurna.” Maka semenjak itu,
hidup Nuaiman sederhana. Adapun ia tetap mengerjakan syariat, tetapi hatinya
senantiasa hadir bersama Allah. Orang banyak melihat wajahnya sejuk, tutur
katanya lembut, dan daripadanya memancar cahaya cinta. Maka tamatlah hikayat
ini, mudah-mudahan jadi ibarat bagi orang yang mencari jalan, agar tiada
terputus antara syariat, toriqot, hakikat, dan makrifat. ---
Karya :Nona Robi'ah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
-
Oleh A. Mustofa Bisri Di antara putera-putera Kiai Saleh, pengasuh pesantren "Sabilul Muttaqin" dan sesepuh di daerah kami, Gus Ja...
-
Di sebuah pondok kecil di pinggir desa, berkumpullah sekelompok sufi setiap petang. Mereka duduk melingkar di sekitar meja kayu tua, dengan ...
-
Alkisah, di sebuah negeri, hiduplah seorang lelaki bernama Ubay. Ia adalah ahli maksiat yang tak pernah kapok. Setiap kali bertaubat, keesok...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar