24/09/2025

Syariat, Toriqot, Hakikat, dan Makrifat (Hikayat)

Maka tersebutlah kisah pada suatu zaman, di sebuah negeri nun jauh di seberang laut, hiduplah seorang santri muda bernama Nuaiman. Adapun ia seorang yang rajin menuntut ilmu, tiada henti berguru dari satu kiai ke kiai yang lain, sebab hatinya rindu hendak mengenal Tuhan Rabbul ‘Alamin. Maka mula-mula sampailah ia kepada seorang alim besar. Berkata sang guru: “Hai Nuaiman, syariat itu umpama pakaian bagi tubuh. Barang siapa tiada bersyariat, niscaya telanjanglah ia di hadapan Allah Ta‘ala. Maka tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, berpuasalah dengan benar, dan jagalah adab pada sesama.” Maka Nuaiman pun berpegang teguh pada syariat, ibarat perahu yang membawanya ke samudera. Setelah beberapa tahun, hati Nuaiman masih juga bergetar. Maka pergilah ia mencari guru yang lain, yakni seorang mursyid arif billah. Berkata mursyid itu: “Hai Nuaiman, syariat itu perahu, toriqot itulah layar yang membawanya berlayar. Barang siapa berjalan di jalan toriqot, maka hendaklah ia berdzikir, bermujahadah, dan menyerahkan diri kepada bimbingan guru. Karena tanpa jalan, perahu tiada bergerak.” Maka Nuaiman pun bersuluk, berdzikir siang dan malam, menundukkan hawa nafsunya, sehingga ia berlayar di samudera ruhani. Setelah beberapa lama, terbukalah sedikit tabir pada hati Nuaiman. Maka dilihatnya cahaya di dalam kalbunya, hingga ia terheran-heran. Berkata ia kepada gurunya: “Wahai tuan guru, inikah tujuan hamba? Cahaya apakah yang datang ini?” Maka jawab sang mursyid sambil tersenyum: “Hai anakku Nuaiman, itulah hakikat. Ketahui olehmu, tiada sesuatu pun yang berdiri dengan dirinya, melainkan Allah jua yang berbuat. Engkau, aku, dan segala yang ada, hanyalah bayangan belaka. Yang Hakiki hanyalah Dia.” Maka menangislah Nuaiman, habis luluh segala keakuan dalam dirinya. Maka setelah sekian lama, sampailah Nuaiman kepada maqam makrifat. Adapun ia memandang segala makhluk dengan kasih, memaafkan yang memusuhi, dan bersyukur atas yang menyayangi. Maka tiada ia melihat sesuatu, melainkan di situ rahasia Allah Ta‘ala. Berkata gurunya: “Hai Nuaiman, ketahuilah olehmu: syariat itu berdiri, toriqot itu berjalan, hakikat itu melihat, makrifat itu sampai. Maka keempatnya bukan bersilang jalan, melainkan satu bulat yang sempurna.” Maka semenjak itu, hidup Nuaiman sederhana. Adapun ia tetap mengerjakan syariat, tetapi hatinya senantiasa hadir bersama Allah. Orang banyak melihat wajahnya sejuk, tutur katanya lembut, dan daripadanya memancar cahaya cinta. Maka tamatlah hikayat ini, mudah-mudahan jadi ibarat bagi orang yang mencari jalan, agar tiada terputus antara syariat, toriqot, hakikat, dan makrifat. --- Karya :Nona Robi'ah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perdebatan tentang Tuhan (Monolog)